Kabupaten Sleman
- Yogyakarta - Indonesia.
Gunung Merapi terletak
di Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan di beberapa
kabupaten di Provinsi Jawa Tengah seperti Kabupaten Magelang, Boyolali, dan
Klaten. Menurut cerita masyarakat setempat, dahulu daerah yang kini ditempati
oleh Gunung Merapi masih berupa tanah datar. Oleh karena suatu keadaan yang
sangat mendesak, para dewa di Kahyangan bersepakat untuk memindahkan Gunung
Jamurdipa yang ada di Laut Selatan ke daerah tersebut. Namun setelah
dipindahkan, Gunung Jamurdipa yang semula hanya berupa gunung biasa (tidak
aktif) berubah menjadi gunung berapi. Apa yang menyebabkan Gunung Jamurdipa
berubah menjadi gunung berapi setelah dipindahkan ke daerah tersebut? Ikuti
kisahnya dalam cerita Asal Mula Gunung
Merapi
berikut ini!
* * *
Alkisah, Pulau Jawa adalah
satu dari lima pulau terbesar di Indonesia. Konon, pulau ini pada masa lampau
letaknya tidak rata atau miring. Oleh karena itu, para dewa di Kahyangan
bermaksud untuk membuat pulau tersebut tidak miring. Dalam sebuah pertemuan,
mereka kemudian memutuskan untuk mendirikan sebuah gunung yang besar dan tinggi
di tengah-tengah Pulau Jawa sebagai penyeimbang. Maka disepakatilah untuk
memindahkan Gunung Jamurdipa yang berada di Laut Selatan ke sebuah daerah tanah
datar yang terletak di perbatasan Kabupaten Sleman Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta, dan Kabupaten Magelang, Boyolali, serta Klaten Provinsi Jawa
Tengah.
Sementara itu, di daerah
di mana Gunung Jamurdipa akan ditempatkan terdapat dua orang empu yang sedang
membuat keris sakti. Mereka adalah Empu Rama dan Empu Pamadi yang memiliki
kesaktian yang tinggi. Oleh karena itu, para dewa terlebih dahulu akan
menasehati kedua empu tersebut agar segera pindah ke tempat lain sehingga tidak
tertindih oleh gunung yang akan ditempatkan di daerah itu. Raja para dewa,
Batara Guru pun segera mengutus Batara Narada dan Dewa Penyarikan beserta
sejumlah pengawal dari istana Kahyangan untuk membujuk kedua empu tersebut.
Setiba di tempat itu, utusan para dewa langsung menghampiri kedua empu tersebut yang sedang sibuk menempa sebatang besi yang dicampur dengan bermacam-macam logam. Betapa terkejutnya Batara Narada dan Dewa Penyarikan saat menyaksikan cara Empu Rama dan Empu Pamadi membuat keris. Kedua Empu tersebut menempa batangan besi membara tanpa menggunakan palu dan landasan logam, tetapi dengan tangan dan paha mereka. Kepalan tangan mereka bagaikan palu baja yang sangat keras. Setiap kali kepalan tangan mereka pukulkan pada batangan besi membara itu terlihat percikan cahaya yang memancar.
“Maaf, Empu! Kami utusan
para dewa ingin berbicara dengan Empu berdua,” sapa Dewa Penyarikan.
Kedua empu tersebut segera
menghentikan pekerjaannya dan kemudian mempersilakan kedua utusan para dewa itu
untuk duduk.
“Kedatangan kami kemari
untuk menyampaikan permintaan para dewa kepada Empu,” jawab Batara Narada.
“Apakah permintaan itu?”
tanya Empu Pamadi penasaran, ”Semoga permintaan itu dapat kami penuhi.”
Batara Narada pun
menjelaskan permintaan para dewa kepada kedua empu tersebut. Setelah mendengar
penjelasan itu, keduanya hanya tertegun. Mereka merasa permintaan para dewa itu
sangatlah berat.
“Maafkan hamba, Pukulun!
Hamba bukannya bermaksud untuk menolak permintaan para dewa. Tapi, perlu Pukulun
ketahui bahwa membuat keris sakti tidak boleh dilakukan sembarangan, termasuk
berpindah-pindah tempat,” jelas Empu Rama.
“Tapi Empu, keadaan ini
sudah sangat mendesak. Jika Empu berdua tidak segera pindah dari sini Pulau
Jawa ini semakin lama akan bertambah miring,” kata Dewa Penyarikan.
“Benar kata Dewa
Penyarikan, Empu. Kami pun bersedia mencarikan tempat yang lebih baik untuk
Empu berdua,” bujuk Empu Narada.
Meskipun telah dijanjikan
tempat yang lebih baik, kedua empu tersebut tetap tidak mau pindah dari tempat
itu.
“Maaf, Pukulun!
Kami belum dapat memenuhi permintaan itu. Kalau kami berpindah tempat,
sementara pekerjaan ini belum selesai, maka keris yang sedang kami buat ini
tidak sebagus yang diharapkan. Lagi pula, masih banyak tanah datar yang lebih
bagus untuk menempatkan Gunung Jamurdipa itu,” kata Empu Pamadi.
Melihat keteguhan hati
kedua empu tersebut, Empu Narada dan Dewa Penyaringan mulai kehilangan
kesabaran. Oleh karena mengemban amanat Batara Guru, mereka terpaksa mengancam
kedua empu tersebut agar segera pindah dari tempat itu.
“Wahai, Empu Rama dan Empu
Pamadi! Jangan memaksa kami untuk mengusir kalian dari tempat ini,” ujar Batara
Narada.
Kedua empu tersebut tidak
takut dengan acaman itu karena mereka merasa juga sedang mengemban tugas yang
harus diselesaikan. Oleh karena kedua belah pihak tetap teguh pada pendirian
masing-masing, akhirnya terjadilah perselisihan di antara mereka. Kedua empu
tersebut tetap tidak gentar meskipun yang mereka hadapi adalah utusan para
dewa. Dengan kesaktian yang dimiliki, mereka siap bertarung demi mempertahankan
tempat itu. Tak ayal, pertarungan sengit pun tak terhindarkan. Meskipun
dikeroyok oleh dua dewa beserta balatentaranya, kedua empu tersebut berhasil
memenangkan pertarungan itu.
Batara Narada dan Dewa
Penyarikan yang kalah dalam pertarungan itu segera terbang ke Kahyangan untuk
melapor kepada Batara Guru.
“Ampun, Batara Guru! Kami
gagal membujuk kedua empu itu. Mereka sangat sakti mandraguna,” lapor Batara
Narada.
Mendengar laporan itu Batara Guru menjadi murka.
“Dasar memang keras kepala kedua empu itu. Mereka harus diberi pelajaran,” ujar Batara Guru.
Mendengar laporan itu Batara Guru menjadi murka.
“Dasar memang keras kepala kedua empu itu. Mereka harus diberi pelajaran,” ujar Batara Guru.
“Dewa Bayu, segeralah kamu
tiup Gunung Jamurdipa itu!” seru Batara Guru.
Dengan kesaktiannya, Dewa
Bayu segera meniup gunung itu. Tiupan Dewa Bayu yang bagaikan angin topan
berhasil menerbangkan Jamurdipa hingga melayang-layang di angkasa dan kemudian
jatuh tepat di perapian kedua empu tersebut. Kedua empu yang berada di tempat itu
pun ikut tertindih oleh Gunung Jamurdipa hingga tewas seketika. Menurut cerita,
roh kedua empu tersebut kemudian menjadi penunggu gunung itu. Sementara itu,
perapian tempat keduanya membuat keris sakti berubah menjadi kawah. Oleh karena
kawah itu pada mulanya adalah sebuah perapian, maka para dewa mengganti nama
gunung itu menjadi Gunung Merapi.
* * *
Demikian cerita Asal Mula Gunung Merapi
dari Provinsi Yogyakarta dan Jawa Tengah, Indonesia. Hingga saat ini, kawah
Gunung Merapi tersebut masih aktif dan sering mengeluarkan lahar disertai
dengan hembusan awan panas. Sejak tahun 1548, gunung berapi ini sudah meletus
sebanyak kurang lebih 68 kali. Hingga cerita ini ditulis, Gunung
Merapi kembali meletus dan mengakibatkan ribuan warga mengungsi, ratusan rumah
hancur, serta puluhan orang meninggal dunia, termasuk Mbah Maridjan, juru kunci
Gunung Merapi.
Adapun pesan moral yang dapat dipetik dari cerita atas adalah bahwa orang yang tidak mau mendengar nasehat akan mendapatkan celaka seperti halnya Empu Rama dan Empu Pamadi. Oleh karena enggan mendengar nasehat para dewa, akibatnya mereka tewas tertindih Gunung Jamurdipa.
Sumber : CA.org
0 komentar:
Posting Komentar